PENERAPAN POLA SINERGITAS ANTARA BUMDES, DESA WISATA DAN AGROWISATA DALAM MENGGERAKKAN POTENSI DESA

(Paper presented at 1st Paper Presented at 1st The International Conference on Empowerment of Rural Communities (ICERC), November 30th 2022)


by Putu Yuniary Gunawitra

(PSM Ahli Muda BPPMDDTT Denpasar)



            Kunci keberhasilan pembangunan di desa selain dari adanya potensi sumberdaya alam adalah ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas yang mempunyai kemampuan dan kemauan secara sukarela untuk membangun desanya. Berdasarkan hal tersebut maka pola pembangunan yang ada di desa harus didasari dari kebutuhan masyarakat berdasarkan potensi dan permasalahan yang ada di desa. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dirasa perlu untuk dikembangkan pola sinergitas antara BUMDes sebagai holding, Desa Wisata sebagai unit usahanya, dan agrowisata sebagai salah satu bentuk atraksi yang ditawarkan, sehingga pada akhirnya pengelolaan terhadap potensi desa baik berupa alam, sumber daya manusia, budaya, adat istiadat, kuliner dan lain sebagainya dapat dilakukan oleh masyarakat desa secara mendiri dan berkelanjutan dan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kualitatif. Secara ideal BUMDes lahir dari prakarsa masyarakat dan pemerintah desa untuk membuat desa mandiri secara ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Sehingga sangat tepat sekali apabila desa ingin membangun masyarakat dan mandiri secara ekonomi Badan Usaha Milik Desa perlu dikembangkan menjadi pilar ekonomi, menjadi katalisator geliat ekonomi yang tumbuh dan berkembang di desa. Pola Sinergi yang ingin dikembangkan adalah Badan Usaha Milik Desa sebagai Holding dengan Desa Wisata sebagai unit usahanya dan Agrowisata sebagai salah satu atraksi atau daya tarik yang ditawarkan dalam kegiatan pariwisata

Kata Kunci: BUM Desa, Desa Wisata, Agrowisata, Sinergi


PENDAHULUAN

         Pola pembangunan desa saat ini sangat berbeda dengan pola pembangunan desa sebelumnya jika dibandingkan ketika sebelum dan sesudah lahirnya undang-undang tentang desa yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Definisi desa dalam undang-undang desa menyebutkan desa adalah desa dan desa adat yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

         Berdasarkan definisi tersebut berarti saat ini desa dapat menentukan sendiri arah pembangunan yang akan dilaksanakan di desa berdasarkan kesepakatan bersama dari masyarakat desa melalui musyawarah desa untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada di desa dengan memanfaatkan potensi desa secara optimal. Hal ini berarti bahwa keberhasilan pembangunan desa saat ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, akan tetapi menjadi tanggung jawab bersama segenap masyarakat desa.

         Kunci keberhasilan pembangunan di desa selain dari adanya potensi sumberdaya alam adalah ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas yang mempunyai kemampuan dan kemauan secara sukarela untuk membangun desanya. Akan tetapi kenyataannya sebagian besar sumberdaya manusia yang ada di desa lebih memilih bermigrasi ke kota untuk mendapatkan penghasilan dan menigkatkan kesejahteraannya. Hal inilah yang menyebabkan minimnya sumberdaya manusia di desa yang mampu mengelola sumberdaya alam guna meningkatkan perekonomian desa yang pada akhirnya mewujudkan masyarakat yang mandiri dan sejahtera. 

         Mengatasi hal tersebut maka perlu dilakukan pemberdayaan terhadap masyarakat desa. Pemberdayaaan masyarakat desa adalah upaya untuk mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, perilaku, kemampuan dan kesadaran dengan penetapan kebijakan, program, kegiatan dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat suatu desa karena nasib desa tidak akan berubah, kecuali warga desa itu sendiri yang merubahnya. (Suryanto, 2018). Sudah saatnya desa menjadi pemain bukan penonton. Undang-undang desa telah memberikan pengakuan yang kuat terhadap kesatuan wilayah desa, termasuk di dalamnya hak-hak desa dalam mengatur kekayaan yang dimiliki dan mengolah potensi yang ada di dalamnya. Asas rekognisi (hak asal-usul) dan subsidiaritas (kewenangan lokal berskala desa) sebagai spirit Undang-undang Desa adalah modal yang sangat besar bagi desa untuk sepenuhnya mengelola potensi alam maupun potensi kekayaan lainnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa (Suryanto, 2018). 

         Salah satu bidang yang menjadi penentu dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa adalah kemandirian ekonomi desa. Organisasi ekonomi pedesaan menjadi bagian penting dalam penguatan ekonomi pedesaan dan diharapkan mampu mengelola aset ekonomi strategis sekaligus mampu mengembangkannya sehingga pada gilirannya akan meningkatkan daya saing ekonomi pedesaan. Pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan salah satu program yang diberi perhatian dan dijadikan unggulan pemerintah dalam upaya menjadikan desa lebih maju dan sejahtera. Sesuai dengan arahan yang diberikan Presiden Joko Widodo dalam Suryanto 2018 hal yang menjadi titik penting didirikannya BUMDes yaitu (1) meningkatkan perekonomian desa, (2) meningkatkan pendapatan asli desa (PADes), (3) meningkatkan pengelolaan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat, (4) menjadi tulang punggungpertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa. Misi pengembangan BUMDes adalah menggerakkan perekonomian desa dengan monegoptimalkan potensi. BUMDes bis dilihat sebagai gerakan wirausaha, yang mana desa akan mampu mengoptimalkan seluruh potensi sumber dayanya untuk menggerakkan perekonomian dan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat usia produktif. Menciptakan sentra ekonomi di desa diharapkan mampu mengurangi urbanisasi dan pengangguran. 

         Regulasi turunan dari Undang-undang Desa yaitu Permendesa Nomor 4 Tahun 2015 tentang BUMDes menyebutkan bahwa BUMDes dapat menjalankan usaha bersama (Holding) sebagai induk dari unit-unit usaha yang dikembangkan masyarakat desa baik dalam skala lokal desa maupun Kawasan perdesaan salah satunya adalah desa wisata yang mengorganisir rangkaian jenis usaha dari kelompok masyarakat termasuk di dalamnya seperti agrowisata. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dirasa perlu untuk dikembangkan pola sinergitas antara BUMDes sebagai holding, Desa Wisata sebagai unit usahanya, dan agrowisata sebagai salah satu bentuk atraksi yang ditawarkan, sehingga pada akhirnya pengelolaan terhadap potensi desa baik berupa alam, sumber daya manusia, budaya, adat istiadat, kuliner dan lain sebagainya dapat dilakukan oleh masyarakat desa secara mendiri dan berkelanjutan dan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri. 

         Penerapan BUMDes sebagai holding juga berusaha diterapkan oleh BUMDes Bersama Bali Aga yang merupakan gabungan BUMDes yang ada di lima desa yang ada di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng yaitu Desa Sidetapa, Desa Cempaga, Desa Tigawasa, Desa Pedawa dan Desa Banyuseri, dimana kedepannya BUMDes Bersama Bali Aga akan menlakukan pengelolaan terhadap potensi wisata melalui desa wisata. Untuk itu perlu dianalisis pola sinergitas yang sebaiknya diterapkan antara BUMDes dan desa wisata serta potensi agrowisata agar memberikan manfaat bagi masyarakat setempat.


KAJIAN PUSTAKA

         Adapun teori yang digunakan untuk membangun analisis dalam penelitian ini antara lain yaitu:

1.       Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa)

         Menurut Permendesa Nomor 4 Tahun 2015 tentang BUMDes, BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasl dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Berdasarkan pengertian di atas bisa dilihat bahwa BUMDes adalah badan usaha bukan badan sosial atau badan amal. Namun perlu diperhatikan bahwa tujuan BUMDes adalah untuk kesejahteraan masyarakat desa, sehingga BUMDes harus menghasilkan profit dan benefit. Oleh sebab itu, kesuksesan BUMDes tidak hanya diukur melalui profit, tetapi juga kebermanfaatannya bagi kehidupan masyarakat. Lebih lanjut menurut Suryanto, 2018 menyatakan bahwa filosofi pendirian BUMDes dapat dirangkum dalam tiga point penting yaitu pertama, BUMDes adalah badan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan, tetapi juga punya muatan pelayanan kepada masyarakat dan menjalankan upaya pemberdayaan masyarakat dan menggerakkan ekonomi desa, kedua BUMDes tidak boleh mengambil alih aktivitas ekonomi yang sudah dijalankan oleh warga, tetapi menciptakan yang baru, memberi nilai tambah atau mensinergikan aktivitas-aktivitas ekonomi yang sudah ada, ketiga BUMDes sebagai salah satu bentuk social enterprise, yaitu lembaga bisnis yang didirikan untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial, caranya dengan menciptakan nilai tambah (creating value), mengelola potensi dan aset (managing value), dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat (distributing value). 

         Menurut Al Kahfi (2014) dalam Nugroho (2018), definisi kelembagaan dapat dilihat dari dua klasifikasi. Jika dilihat dari prosesnya, kelembagaan merupakan upaya merancang pola interaksi antara pelaku ekonomi agar dapat melakukan kegiatan transaksi. Kelembagaan sendiri mempunyai tujuan untuk menciptakan efisiensi ekonomi berdasarkan politik dan sosial antara pelaku dan struktur kekuasaan ekonomi.

         BUMDes sebagai institusi baru di tingkat desa, tentunya membutuhkan tata kelola manajemen BUMDes yang tersusun dan mampu bersaing serta membantu masyarakat dalam meningkatkan perekonomian mereka. Sehingga untuk menjadi institusi yang baik, BUMDes harus memiliki prinsip atau aturan yang mendukung jalannya organisasi dan terdapat bidang pekerjaan yang tercakup yang digambarkan dengan adanya struktur organisasi.(Nugroho, 2018). 

         Adapun prinsip-prinsip dalam mengelola BUMDes menurut Ridlwan (2014), antara lain yaitu: (1) kooperatif, adanya partisipasi keseluruhan komponen dalam mengelola BUMDes dan mampu saling bekerja sama dengan baik; (2) partisipatif, keseluruhan komponen ikut terlibat dalam pengelolaan BUMDes diharuskan memberikan dukungan serta kontribusi secara sukarela atau tanpa diminta untuk meningkatkan usaha BUMDes; (3) emansipatif, keseluruhan komponen yang ikut serta dalam pengelolaan BUMDes diperlakukan seimbang tanpa membedakan golongan. Suku, dan agama; (4) Transparan, seluruh kegiatan dilaksanakan dalam pengelolaan BUMDes dan memiliki pengaruh pada kepentingan umum, harus terbuka dan seluruh lapisan masyarakat mengetahui seluruh kegiatan tersebut; (5) akuntabel, keseluruhan kegiatan baik teknis maupun administratif harus dipertanggungjawabkan; (6) sustainable, melakukan pengembangan berkelanjutan. (Nugroho, 2018)

2.       Teori Pengembangan Desa Wisata

         Menurut Muliawan (2008) dalam Atmoko (2014) Desa Wisata adalah desa yang memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas, baik berupa karakter fisik lingkungan alam pedesaan maupun kehidupan sosial budaya kemasyarakatanyang dikelola dan dikemas secara menarik dan alami dengan pengembangan fasilitas pendukung wisatanya, dalam suatu tata lingkungan yang harmonis dan pengelolaan yang baik dan terencana sehingga siap untuk menerima dan menggerakkan kunjungan wisatawan ke desa tersebut, serta mampu menggerakkan aktifitas ekonomi pariwisata yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat setempat (Atmoko, 2014). Selanjutnya masih dalam Atmoko (2014) prinsip pengembangan desa wisata adalah sebagai salah satu produk wisata alternatif yang dapat memberikan dorongan bagi pembangunan pedesaan yang berkelanjutan serta memiliki prinsip-prinsip pengelolaan antara lain: 

a. Memanfaatkan sarana dan prasarana masyarakat setempat.

b. Menguntungkan setempat.masyarakat Jurnal

c. Berskala kecil untuk memudahkan terjalinnya hubungan timbal balik dengan masyarakat setempat.

d. Melibatkan masyarakat setempat. 

e. Menerapkan pengembangan produk wisata pedesaan.

         Menurut Muliawan (2008) dalam Atmoko (2014) Kriteria dari desa wisata adalah sebagai berikut: 

a. Memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas (sebagai atraksi wisata), baik berupa karakter fisik lingkungan alam pedesaan maupun kehidupan sosial budaya kemasyarakatan.

b. Memiliki dukungan dan kesiapan fasilitas pendukung kepariwisataan terkait dengan kegiatan wisata pedesaan, yang antara lain dapat berupa : akomodasi/penginapan, ruang interaksi masyarakat dengan wisatawan/tamu, atau fasilitas pendukung lainnya.

c. Memiliki interaksi dengan pasar (wisatawan) yang tercermin dari kunjungan wisatawan ke lokasi desa tersebut.

d. Adanya dukungan, inisiatif dan partisipasi masyarakat setempat terhadap pengembangan desa tersebut terkait dengan kegiatan kepariwisataan (sebagai desa wisata)

         Komponen–komponen dalam pengembangan desa wisata menurut (Karyono, 1997) dalam Atmoko (2014) adalah:

 a. Atraksi dan kegiatan wisata, atraksi wisata dapat berupa seni,budaya, warisan sejarah, tradisi, kekayaan alam, hiburan, jasa dan lain lain yang merupakan daya tarik wisata. Atraksi ini memberikan ciri khas daerah tersebut yang mendasari minat wisatawan untuk berkunjung ke tempat tersebut. Kegiatan wisata adalah apa yang dikerjakan wisatawan atau apa motivasi wisatawan datang ke destinasi yaitu keberadaan mereka disana dalam waktu setengah hari sampai berminggu-minggu.

b.  Akomodasi, akomodasi pada desa wisata yaitu sebagian dari tempat tinggal penduduk setempat dan atau unit - unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.

c.  Unsur institusi atau kelembagaan dan SDM, dalam pengembangan desa wisata lembaga yang mengelola harus memiliki kemampuan yang handal.

d.  Fasilitas pendukung wisata lainnya, pengembangan desa wisata harus memiliki fasilitas- fasilitas pendukung seperti sarana komunikasi.

e.  Infrastruktur lainnya, insfrastruktur lainnya juga sangat penting disiapkan dalam pengembangan desa wisata seperti sitem drainase.

f.   Transportasi, transportasi sangat penting untuk memperlancar akses tamu.

g.  Sumber daya lingkungan alam dan soasial budaya.

h.  Masyarakat, dukungan masyarakat sangat besar peranannya seperti menjaga kebersihan lingkungan, keamanan, keramah tamahan.

i.   Pasar domestik dan Mancanegara, pasar desa wisata dapat pasar wisata domestik maupun mancanegara.

3.       Teori Pengembangan Agrowisata

         Penyempitan lahan pertanian merupakan permasalahan strategis nasional yang perlu segera diatasi. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia hidup di daerah pedesaan dan bergantung pada sektor pertanian. Dengan demikian semakin terbatasnya lahan pertanian menuntut adanya upaya kreatif dan inovatif agar lahan yang ada tetap mampu memberikan hasil yang optimal. Untuk itu diperlukan solusi guna mengembangkan fungsi lahan pertanian agar tidak saja berguna untuk menghasilkan produk pertanian namun juga menghasilkan sesuatu yang lain, termasuk menjadi daya tarik wisata. (Marwanti, 2015).

         Melakukan kegiatan wisata berbasis sumber daya pertanian di alam terbuka, wisatawan akan memperoleh pengalaman bersentuhan langsung dengan hal-hal yang bersifat alamiah, keautentikan suasana, dan keharmonisan hubungan sosial antar anggota masyarakat yang jarang didapati di lingkungan perkotaan (urban environment). Dengan kata lain sumber daya pertanian dapat dimanfaatkan untuk mendiversifikasi produk wisata dan memberikan pengalaman baru kepada wisatawan. Di sisi lain kedatangan dan kegiatan wisatawan akan berdampak pada aktivitas usaha masyarakat setempat, membantu menciptakan lapangan pekerjaan, mendiversifikasi kegiatan ekonomi masyarakat pedesaan sehingga memberikan manfaat ekonomi maupun sosial budaya bagi masyarakat tersebut. Untuk merealisasikan pengembangan pariwisata berbasis sumber daya pertanian (Agrowisata), diperlukan sebuah penelitian yang dapat memberikan terobosan pemikiran kepada upaya pemecahan masalah pemberdayaan ekonomi masyarakat petani di daerah pedesaan melalui penemuan model pengembangan pariwisata berbasis sumber daya pertanian (agritourism). Permasalahan yang dihadapi oleh petani merupakan masalah strategis karena menyangkut permasalahan sebagian besar rakyat Indonesia yang hidup dari sektor pertanian. Tulisan (Marwanti, 2015). 


METODE DAN ALUR PIKIR PENELITIAN

1.       Metode Penelitian 

         Penelitian “Penerapan Pola Sinergitas Antara BUMDes, Desa Wisata dan Agrowisata Dalam Menggerakkan Potensi Desa” menggunakan pendekatan kualitatif. Alasan digunakannya pendekatan kualitatif adalah karena penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi, mendeskripsikan, dan kemudian memahami mengenai sinergi antar elemen yang ada di desa dalam menggerakkan potensi desa. Mengingat penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka analisa akan dilakukan dari hal-hal khusus menuju kesimpulan umum. Dalam hal ini, penelitian akan menggunakan penalaran induktif analitik, yaitu penalaran yang mendasarkan pada data dan bukan angka-angka. Dengan penalaran induktif analitik, maka kesimpulan akhir didasarkan dan dinyatakan dalam deskripsi kata-kata semata. (Darmanto, 2013).

         Penelitian ini mengambil contoh pengembangan desa wisata di Desa Wisata Bali Aga yang terdiri dari Desa Sidetapa, Desa Cempaga, Desa Tigawasa, Desa Pedawa, dan Desa Banyuseri yang lebih dikenal dengan sebutan SCTP-B dimana desa ini merupakan pengembangan Kawasan yang terletak di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng.

2.       Alur Pikir Penelitian 

Berdasarkan serangkaian kajian pustaka yang telah dibahas sebelumnya, maka alur pikir penelitian ini difokuskan pada empat variabel sebagai berikut


Pertama, variabel kebijakan penelitian ini difokuskan untuk menganalisa regulasi atau kebijakan terkait dengan desa kemudian secara mengkhusus membahas mengenai Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Desa Wisata dan Agrowisata. Analisa kebijakan di tingkat nasional dilakukan dengan menelaah yaitu:

a.  Terkait Desa dan BUMDes: (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, (2) Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Badan Usaha Milik Desa

b.  Terkait Desa Wisata: (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, (2) Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan

c.  Terkait Agrowisata: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani


Analisa kebijakan di tingkat daerah dilakukan dengan menelaah yaitu:

a.  Terkait Desa dan BUMDes: Peraturan Kabupaten Buleleng Nomor 10 Tahun 2015 Tentang Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes

b.  Terkait Desa Wisata: (1) Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, (2) Surat Keputusan Bupati Buleleng Nomor 414/522/HK/2017 Tentang Penetapan Kawasan PErdesaan Berbasis Wisata

c.  Terkait Agrowisata: Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Buleleng Tahun 2013-2033.

Kedua, variabel aktor. Penelitian ini mengidentifikasi instansi yang terkait dan terlibat dalam implementasi terkait kebijakan tetang Badan Usaha Milik Desa, Desa Wisata dan Agrowisata. Hal ini dikarenakan kebijakan tersebut dilakukan secara lintas sektor karena terkait dengan potensi desa.

Ketiga, variabel program dan kegiatan. Penelitian ini menganalisa program dan kegiatan terkait dengan BUMDes, Desa Wisata dan Agrowisata yang dilakukan masing-masing instansi.

Keempat, variabel pola sinergi. Penelitian ini menganalisa bagaimana bentuk sinergi yang dapat dilakukan antara BUMDes, Desa Wisata, dan Agrowisata.


HASIL DAN PEMBAHASAN


1.       Analisa Kebijakan Terkait Badan Usaha Milik Desa, Desa Wisata, dan Agrowisata

         Secara nasional, kebijakan terkait desa, pariwisata dan pertanian merupakan kebijakan yang perlu disinergikan secara lintas sektor. Secara objek kebijakan-kebijakan tersebut menjadikan masyarakat khususnya desa sebagai sasaran keberhasilannya. Misalnya dalam hal pengembangan ekonomi desa melalui BUMDes, pengelolaan kepariwisataan berbasis masyarakat melalui desa wisata ataupun pengembangan usaha pertanian dan pariwisata melalui agrowisata. Akan tetapi, kebijakan yang dibuat terkadang dalam pengaplikasiannya belum ada sinergi masih berdiri sendiri-sendiri lebih banyak mengutamakan ego sektoral daripada keberhasilan masyarakat secara berkelanjutan. Dalam penelitian ini penulis akan mencoba untuk menganalisis kebijakan terkait dengan pengelolaan potensi desa dengan mengoptimalkan sumberdaya yang ada di desa. Adapun regulasi yang menjadi ruang lingkup dalam pembahasan ini adalah 

a.     Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

b.    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan 

c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

d.    Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Badan Usaha Milik Desa

e.    Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman  Destinasi Pariwisata Berkelanjutan

f.     Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 10 Tahun 2015 Tentang Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes

g.    Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan 

h.    Surat Keputusan Bupati Buleleng Nomor 414/522/HK/2017 Tentang Penetapan Kawasan Perdesaan Berbasis Wisata

i.     Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaaten Buleleng Tahun 2013-2033

         Regulasi yang menjadi acuan dalam pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) diantaranya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 dan Perda Kabupaten Buleleng Nomor 10 Tahun 2015. Ketiga regulasi ini secara umum merekomendasikan desa secara mandiri membangun sektor perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dengan mengelola potensi yang dimiliki sesuai dengan kewenangan-kewenangan yang diberikan kepada desa. Tersurat dalam regulasi tersebut bahwa desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang dimaksudkan sebagai upaya untuk menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi atau pelayanan umum yang dikelola oleh desa atau kerjasama antar desa. Secara khusus dalam Permendes PDTT Nomor 4 Tahun 2015 pada pasal 24 menyebutkan “BUMDes dapat menjalankan usaha bersama (holding) sebagai induk dari unit-unit usaha yang dikembangkan masyarakat desa baik dalam skala lokal desa maupun kawasan perdesaan. Unit-unit usaha sebagaimana dimaksud dapat berdiri sendiri yang diatur dan dikelola secara sinergis oleh BUM Desa agar tumbuh menjadi usaha bersama. Unit usaha dalam BUM Desa sebagaimana dimaksud dapatmenjalankan kegiatan usaha bersama meliputi: (a) pengembangan kapal Desa berskala besar untuk mengorganisasi nelayan kecil agar usahanya menjadi lebih ekspansif; (b) Desa Wisata yang mengorganisir rangkaian jenis usaha dari kelompok masyarakat; (c) kegiatan usaha bersama yang mengkonsolidasikan jenis usaha lokal lainnya. Sesuai dengan amanat dari regulasi atau kebijakan terkait dengan Badan Usaha Milik Desa cita-cita pembangunan kedepannya adalah membuat desa menjadi mandiri dalam segala bidang salah satunya adalah mandiri dalam bidang ekonomi hal ini dilakukan agar pembangunan dan perkembangan ekonomi tidak hanya terpusat di kota-kota besar setidaknya ada pemerataan agar desa dapat berperan dalam pembangunan.

         Sejalan dengan kebijakan tentang BUMDes, kebijakan terkait pariwisata yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyebutkan bahwa pariwisata bertujuan salah satunya untuk (1) meningkatkan pertumbuhan ekonomi, (2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (3) menghapus kemiskinan, (4) mengatasi pengangguran, (5) melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya, (6) memajukan kebudayaan, selain itu tertuang juga prinsip kepariwisataan diantaranya adalah pemberdayaan masyarakat setempat. Kemudian Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan menyebutkan bahwa ruang lingkup pedoman destinasi pariwisata berkelanjutan meliputi: (1) pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan, (2) pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal, (3) pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung, (4) pelestarian lingkungan. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 1 Tahun 2014 juga menyebutkan bahwa prinsip penyelenggaraan kepariwisataan salah satunya adalah memberdayakan masyarakat setempat. Berdasarkan regulasi yang ada Pemerintah Kabupaten Buleleng berusaha melakukan pengembangan pariwisata dengan mengoptimalkan potensi lokal dan pemberdayaan masyarakat setempat yang menjadi cikal bakal terbitnya Surat Keputusan Bupati Buleleng Nomor 414/522/HK/2017 tentang penetapan Kawasan perdesaan berbasis wisata yang terdiri dari lima desa yaitu Desa Sidetapa, Desa Cempaga, Desa Tigawasa, Desa Pedawa dan Desa Banyuseri yang terletak di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. Adanya regulasi-regulasi di atas merupakan wujud keseriusan pemerintah untuk melakukan pemerataan dan pemberdayaan kepada masyarakat lokal terutama masyarakat desa yang mempunyai potensi wisata yang dapat dikembangkan geliat-geliat ekonomi dari sektor pariwisata juga dinikmati oleh masyarakat setempat. 

         Regulasi terkait dengan perlindungan dan pemberdayaan pertanian yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 dalam pasal 80 dapat disimpulkan bahwa petani dapat membentuk kelembagaan ekonomi atau usaha untuk meningkatkan skala ekonomi, daya saing, wadah investasi dan pengembangan jiwa kewirausahaan petani dimana kelembagaan tersebut bertugas mengembangkan kemitraan usaha dan meningkatkan nilai tambah komoditas pertanian. 

         Berdasarkan intisari dari regulasi-regulasi (kebijakan) yang dijabarkan di atas maka dianggap sangat relevan dalam melakukan pengembangan terhadap Badan Usaha Milik Desa yang menjadi induk (holding) dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang ada di desa misalkan desa wisata yang menjadi salah satu unit usaha yang dikembangkan oleh BUMDes dimana agrowisata menjadi salah satu daya tarik atau atraksi atau paket wisata yang diharapkan dapat menarik wisatawan. Namun yang perlu menjadi perhatian adalah dalam pengembangan ekonomi yang ada di desa apapun bentuknya tetap harus sesuai dengan potensi desa sehingga ada unsur keaslian dan keunikan yang membuatnya berbeda dengan tempat-tempat wisata yang lainnya. 

2.       Instansi Pusat dan Daerah yang Terkait dan Terlibat Dalam Pengembangan Badan Usaha Milik Desa, Desa Wisata, dan Agrowisata

         Mengembangkan potensi desa untuk meningkatkan perekonomian dan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat merupakan tugas bersama mulai dari tingkat pusat, tingkat daerah bahkan sampai pada tingkat desa. Adapun instansi atau lembaga yang terkait dan terlibat dalam pengembangan BUMDes, Desa Wisata dan Agrowisata antara lain:

a.    Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi

            Tugas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mengacu pada Permendes No. 6 Tahun 2015 mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan transmigasi untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerinahan negara. 

b.    Kementerian Pariwisata

Kementerian Pariwisata mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kepariwisataan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, dengan salah satu fungsinya adalah perumusan dan penetapan kebijakan di bidang pengembangan destinasi dan industri pariwisata, pengembangan pemasaran pariwisata mancanegara, pengembangan pemasaran pariwisata nusantara, dan pengembangan kelembagaan kepariwisataan, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan destinasi dan industri pariwisata, pengembangan pemasaran pariwisata mancanegara, pengembangan pemasaran pariwisata nusantara, dan pengembangan kelembagaan kepariwisataan, pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan dan perintisan daya tarik wisata dalam rangka pertumbuhan destinasi pariwisata nasional dan pengembangan daerah serta peningkatan kualitas dan daya saing pariwisata, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan pemerintahan di bidang pengembangan destinasi dan industri pariwisata, pengembangan pemasaran pariwisata mancanegara, pengembangan pemasaran pariwisata nusantara, dan pengembangan kelembagaan kepariwisataan

c.    Kementerian Pertanian

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2015, Kementerian Pertanian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas, Kementerian Pertanian menyelenggarakan fungsi diantaranya (1) perumusan dan penetapan kebijakan di bidang penyediaan prasarana dan sarana pertanian, peningkatan produksi padi, jagung, kedelai, tebu, daging, dan pertanian lainnya, serta peningkatan nilai tambah, daya saing, mutu, dan pemasaran hasil pertanian; (2) pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan prasarana dan sarana pertanian, peningkatan produksi padi, jagung, kedelai, tebu, daging, dan pertanian lainnya, serta peningkatan nilai tambah, daya saing, mutu, dan pemasaran hasil pertanian; (3) pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan di bidang penyediaan prasarana dan sarana pertanian, peningkatan produksi padi, jagung, kedelai, tebu, daging, dan pertanian lainnya, serta peningkatan nilai tambah, daya saing, mutu, dan pemasaran hasil pertanian; (4) pelaksanaan penelitian, pengembangan dan inovasi di bidang pertanian; (5) penyelenggaraan penyuluhan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanian;

d.    Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng

Dalam mendukung pembangunan dan pemberdayaan desa melalui pemanfaatan potensi desa menuju desa mandiri sejahtera sangat diperlukan keterlibatan dari pemerintah daerah, karena perlu adanya sinkronisasi terkait program pusat dan daerah agar tidak terjadi tumpeng tindih dalam pelaksanaannya. Model pembangunan yang diterapkan sekarang adalah Bottom Up dimana anggaran disediakan oleh pemerintah akan tetapi bagaimana pemanfaatannya sepenuhnya diserahkan kepada desa. Salah satu contohnya adalah program dana desa yang diberikan oleh masing-masing desa. Fungsi pemerintah daerah dalam program dana desa adalah sebagai kontrol, fasilitator dan melakukan pendampingan terhadap pemerintah desa dan memastikan dana tersebut digunakan sesuai dengan ketentuan yang ada. 

e.    Pemerintah Desa

       Pemerintah desa tentunya merupakan aktor utama dalam pembangunan dan pemberdayaan di desa. Prinsip pembangunan yang partisipatif membuat pemerintah desa harus bekerja ekstra untuk meningkatkan peran masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan di desa. Karena pembangunan desa yang diharapkan saat ini idenya berasal dari masyarakat dikerjakan oleh masyarakat dan hasilnya adalah untuk masyarakat.

3.       Program dan Kegiatan Terkait Pengembangan Badan Usaha Milik Desa, Desa Wisata, dan Agrowisata

         Kementerian Desa Pembanguan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan transmigasi diman mempunyai program unggulan yaitu (1) Produk Unggulan Desa (Prudes) dan Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades), (2) Badan Usaha Milik Desa, (3) Embung Desa, dan (4) Sarana Olah Raga Desa (Raga Desa). Program unggulan tersebut tentunya tidak akan berhasil apabila tidak adanya sinergi dengan lembaga lainnya seperti misalnya pengembangan desa wisata yang merupakan program pengembangan dari Kementerian Pariwisata ataupun pemanfaatan pertanian yang melibatkan program dari Kementerian Pertanian. Untuk itu perlu adanya kerjasama dari instansi-instansi tersebut agar program yang telah dirancang secara ideal tepat sasaran dan bermanfaat bagi masyarakat dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. 

         Pemerintah daerah sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat mencoba untuk menerapkan apa yang menjadi kebijakan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng dengan beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mencanangkan Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Berbasis Wisata di Kawasan Desa Bali Aga yang terletak di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng yang akan di kelola melalui Badan Usaha Milik Desa Bersama Bali Aga yang terdiri dari Desa Sidatapa, Desa Cempaga, Desa Tigawasa, Desa Pedawa, dan Desa Banyuseri. Untuk mendukung program tersebut Badan Kawasan Desa Bali Aga telah mendapatkan dukungan seperti bantuan fisik berupa pembangunan restaurant dan homestay serta pelatihan peningkatan kapasitas sumberdaya pengelola dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Terttinggal dan Transmigrasi serta telah mendapat dukungan lainnya dari Pemerintah Kabupaten Buleleng melalui OPD yang terlibat.

         Pemerintah desa sebagai subjek pelaksana juga dapat merancang program yang sejalan dengan program tersebut tentunya dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan disesuaikan dengan keadaan dan potensi desa. Pola ini sering disebut dengan pembangunan partisipatif, karena desa saat ini mempunyai hak dan kewenangan menentukan arah pembangunannya namun tetap harus sejalan dengan peraturan di atasnya. 


4.       Pola Sinergi yang Dapat Dikembangkan Dalam Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa, Desa Wisata, dan Agrowisata Dalam Menggerakkan Potensi Desa

         Pola Sinergi yang ingin dikembangkan adalah Badan Usaha Milik Desa sebagai Holding dengan Desa Wisata sebagai unit usahanya dan Agrowisata sebagai salah satu atraksi atau daya tarik yang ditawarkan dalam kegiatan pariwisata tersebut. Alasan dibuatnya pola sinergi tersebut karena Badan Usaha Milik Desa dianggap sudah memiliki kekuatan hukum melalui Peraturan Desa serta mudah dalam melakukan penyertaan modal oleh desa. Selain itu pengelolaan terhadap aset desa perlu dilakukan secara terintegrasi dengan mengoptimalkan sumberdaya yang ada di desa baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. 

         Badan Usaha Milik Desa dipilih sebagai sarana untuk pemberdayaan ekonomi desa karena BUMDes merupakan milik masyarakat desa berbeda dengan perusahaan atau koperasi yang merupakan milik perorangan atau milik kelompok tertentu. Secara ideal BUMDes lahir dari prakarsa masyarakat dan pemerintah desa untuk membuat desa mandiri secara ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Sehingga sangat tepat sekali apabila desa ingin membangun masyarakat dan mandiri secara ekonomi Badan Usaha Milik Desa perlu dikembangkan menjadi pilar ekonomi, menjadi katalisator geliat ekonomi yang tumbuh dan berkembang di desa.


KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari ulasan yang diuraikan diatas yaitu:

1.  Kebijakan dalam pengembangan Badan Usaha Milik Desa, Desa Wisata dan Agrowisata merupakan kebijakan lintas sektor yang melibatkan banyak stakeholder seperti kebijakan terkait dengan Desa, Kepariwisataan dan Pertanian.

2.  Instansi yang terlibat dalam pengembangan Badan Usaha Milik Desa, Desa Wisata dan Agrowisata antara lain Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Pariwisata, Kementerian Pertanian, Pemerintah Daerah Kabupaten dan Pemerintah Desa

3.  Banyak program unggulan yang menjadikan desa sebagai subjek maupun objek pelaksanaan misalnya program pengembangan Badan Usaha Milik Desa, Pengembangan Desa Wisata, serta Peniningkatan nilai tambah produk pertanian ataupun peningkatan kesejahteraan petani melalui pola pikir pertanian yang modern.

4.  Pola Sinergi yang ingin dikembangkan adalah Badan Usaha Milik Desa sebagai Holding dengan Desa Wisata sebagai unit usahanya dan Agrowisata sebagai salah satu atraksi atau daya tarik yang ditawarkan dalam kegiatan pariwisata


DAFTAR PUSTAKA


Atmoko, T. P. H. (2014). STRATEGI PENGEMBANGAN POTENSI DESA WISATA BRAJAN KABUPATEN SLEMAN. Jurnal Media Wisata12(November), 146–154.

Darmanto, D. (2013). Sinergi Antar Instansi Pemerintah Dalam Implementasi Kebijakan Kewirausahaan Pemuda (Studi Kasus Provinsi DI. Yogyakarta). International Journal of Educational Management01, 52–60.

Marwanti, S. (2015). Pengembangan agrowisata berbasis masyarakat di kabupaten karanganyar 1). Caraka Tani-Journal of Sustainable Agriculture30(2), 48–55.

Nugroho, M. R. (2018). Penerapan Pola Sinergitas Antara BUMDES dan UMKM Dalam Menggerakkan Potensi Desa di Kecamatan Saptosari. Sembadha (Seminar Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat)01, 28–37.

 Suryanto, Rudi. 2018. Peta Jalan BUMDES Sukses. Yogyakarta. PT. Syncore Indonesia